GLOBAL HISTORY — Bangkok – Para pemimpin Thailand dan Kamboja akan bertemu di Malaysia untuk membahas upaya mengakhiri permusuhan. Demikian disampaikan juru bicara kantor Perdana Menteri Thailand pada Minggu (27/7/2025).
Pertemuan ini berlangsung setelah adanya tekanan dari Presiden Donald Trump untuk mengakhiri sengketa perbatasan mematikan yang pecah pada Kamis (24/7) dan telah menewaskan sedikitnya 35 orang serta menyebabkan lebih dari 218.000 orang
Jirayu Huangsap mengatakan bahwa Pelaksana Tugas Perdana Menteri (PM) Phumtham Wechayachai akan menghadiri pertemuan pada Senin (28/7) sebagai tanggapan atas undangan dari PM Malaysia Anwar Ibrahim untuk membahas upaya perdamaian di kawasan. Anwar bertindak dalam kapasitasnya sebagai ketua ASEAN.
PM Kamboja Hun Manet pada Minggu malam lewat sejumlah platform media sosial mengonfirmasi keikutsertaannya juga.
“Saya akan memimpin delegasi Kamboja untuk menghadiri pertemuan khusus di Kuala Lumpur yang diselenggarakan oleh Malaysia, diselenggarakan bersama oleh Amerika Serikat (AS) dan dihadiri oleh China,” kata dia seperti dilansir AP.
China adalah sekutu dekat Kamboja dan sejak awal pertempuran telah menyerukan kepada kedua negara untuk menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, namun pernyataan Hun Manet tampaknya menjadi yang pertama kali menyebut adanya keterlibatan China dalam rencana pertemuan pada Senin.
Trump menulis di jejaring sosial Truth Social pada Sabtu (26/7) bahwa dia telah berbicara dengan para pemimpin Thailand dan Kamboja dan menyatakan tidak akan melanjutkan negosiasi perdagangan dengan kedua negara jika permusuhan terus berlanjut. Presiden AS itu baru-baru ini mengumumkan tarif sebesar 36 persen terhadap sebagian besar ekspor dari kedua negara, yang mulai berlaku pada 1 Agustus.
PM Hun Manet pada Minggu mengatakan bahwa negaranya sepakat untuk mengejar gencatan senjata segera dan tanpa syarat. Dia mengatakan Trump memberitahunya bahwa Thailand juga telah sepakat untuk menghentikan serangan menyusul pembicaraan Trump dengan PM Phumtham.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Thailand, Phumtham berterima kasih kepada Trump dan mengklarifikasi posisi Thailand dengan mengatakan pihaknya menyetujui gencatan senjata secara prinsip, namun menekankan perlunya niat tulus dari Kamboja.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Tammy Bruce pada Minggu pula mengungkapkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah berbicara dengan menteri luar negeri Thailand dan Kamboja, mendesak mereka untuk segera meredakan ketegangan dan menyepakati gencatan senjata.
Dia menambahkan, “AS siap untuk memfasilitasi diskusi lanjutan guna memastikan perdamaian dan stabilitas antara kedua negara.”
Saling Tuduh
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5295284/original/050536400_1753432370-Untitled.jpg)
Bentrokan bersenjata terbaru antara Thailand dan Kamboja terjadi pada Kamis setelah sebuah ranjau darat meledak di perbatasan dan melukai lima tentara Thailand. Kedua pihak saling menyalahkan atas awal mula bentrokan. Kedua negara telah menarik pulang duta besarnya masing-masing dan Thailand menutup seluruh pos perbatasannya dengan Kamboja, kecuali untuk pekerja migran Kamboja yang pulang ke rumah.
Meski upaya diplomatik telah dilakukan, pertempuran masih berlanjut pada Minggu di sejumlah bagian wilayah perbatasan yang disengketakan, dengan kedua belah pihak bersikeras tidak mundur dan saling menuding atas tembakan artileri yang kembali terjadi serta pergerakan pasukan.
Wakil juru bicara angkatan darat Thailand Kolonel Richa Suksowanont mengaku pasukan Kamboja menembakkan artileri ke Provinsi Surin, termasuk ke rumah-rumah warga sipil, pada Minggu pagi. Dia menuturkan Kamboja juga melancarkan serangan roket yang menargetkan Kuil Ta Muen Thom, yang diklaim oleh kedua negara, serta area lain dalam upaya merebut kembali wilayah yang sebelumnya berhasil diamankan oleh pasukan Thailand. Pasukan Thailand membalas dengan artileri jarak jauh untuk menghantam artileri dan peluncur roket milik Kamboja.
Suksowanont menegaskan, operasi militer di medan tempur akan terus berlanjut dan gencatan senjata hanya dapat terjadi jika Kamboja secara resmi memulai perundingan.
“Serangan Kamboja yang terus berlangsung secara tidak teratur mungkin melanggar aturan keterlibatan dan menimbulkan risiko tambahan bagi masyarakat di perbatasan,” menurut ringkasan harian militer Thailand yang dikeluarkan Minggu malam,” demikian ringkasan harian militer Thailand yang dirilis Minggu malam.
“Situasi tetap sangat tegang dan diperkirakan Kamboja tengah bersiap untuk operasi militer besar sebelum memasuki perundingan.”
Sementara itu, juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja Letjen Maly Socheata menuduh pasukan Thailand meningkatkan kekerasan dengan membombardir wilayah Kamboja pada Minggu pagi, diikuti oleh penyerbuan besar-besaran yang melibatkan tank dan pasukan darat di berbagai wilayah.
“Tindakan seperti ini merusak semua upaya menuju resolusi damai dan menunjukkan dengan jelas niat Thailand untuk meningkatkan, bukan meredakan, konflik,” sebut dia.