GLOBAL HISTORY — Moskow – Presiden Vladimir Putin mengatakan pada Jumat (1/8/2025), Rusia telah memulai produksi rudal hipersonik terbarunya. Dia menegaskan kembali rencananya untuk menempatkan rudal tersebut di Belarus, sekutunya, pada akhir tahun ini.
Duduk berdampingan dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko di Pulau Valaam dekat St. Petersburg, Putin mengatakan bahwa militer Rusia telah memilih lokasi penempatan di Belarus untuk rudal balistik jarak menengah Oreshnik.
“Persiapan lokasi penempatan sedang berlangsung dan kemungkinan besar akan rampung sebelum akhir tahun,” kata Putin seperti dikutip AP, seraya menambahkan bahwa seri pertama rudal Oreshnik beserta sistem pendukungnya telah selesai diproduksi dan kini telah masuk dalam layanan operasional militer.
Rusia pertama kali menggunakan Oreshnik — yang dalam bahasa Rusia berarti ‘pohon hazelnut’ — terhadap Ukraina pada November lalu, saat senjata eksperimental itu ditembakkan ke sebuah pabrik di Dnipro yang pernah memproduksi rudal di era Uni Soviet.
Putin memuji kemampuan Oreshnik, dengan mengatakan bahwa rudal ini membawa beberapa hulu ledak yang meluncur ke target dengan kecepatan sangat tinggi — hingga 10 kali lebih cepat dari suara — sehingga nyaris mustahil untuk dicegat. Dia menyebut pula, kekuatan ledaknya begitu dahsyat, hingga beberapa rudal dalam satu serangan biasa bisa menimbulkan kerusakan sebesar serangan nuklir.
Dia memperingatkan Barat bahwa Rusia bisa menggunakan rudal tersebut terhadap negara-negara anggota NATO yang mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh mereka untuk menyerang wilayah Rusia.
Perubahan Doktrin Nuklir Rusia
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4483070/original/083238100_1687852512-Putin_Muncul_Berpidato_Pertama_Kali_Usai_Percobaan_Pemberontakan_Tentara_Bayaran-AP__6_.jpg)
Kepala pasukan rudal Rusia menyatakan bahwa Oreshnik, yang dapat membawa hulu ledak konvensional maupun nuklir, memiliki jangkauan yang memungkinkannya mencapai seluruh wilayah Eropa.
Rudal jarak menengah dapat terbang sejauh antara 500 hingga 5.500 kilometer. Senjata semacam itu dulunya dilarang dalam perjanjian era Soviet yang telah ditinggalkan oleh Washington dan Moskow pada 2019.
Desember 2024, Putin dan Lukashenko menandatangani perjanjian yang memberikan jaminan keamanan kepada Belarus, termasuk kemungkinan penggunaan senjata nuklir Rusia untuk membantu menghadapi segala bentuk agresi. Pakta tersebut mengikuti revisi doktrin nuklir Kremlin, yang untuk pertama kalinya menempatkan Belarus di bawah payung nuklir Rusia di tengah meningkatnya ketegangan dengan Barat akibat konflik di Ukraina.
Lukashenko, yang telah memerintah Belarus dengan tangan besi selama lebih dari 30 tahun dan bergantung pada subsidi serta dukungan Kremlin, mengizinkan Rusia menggunakan wilayah negaranya untuk mengirim pasukan ke Ukraina pada 2022 serta menjadi tuan rumah bagi beberapa senjata nuklir taktis milik Rusia.
Rusia tidak mengungkapkan berapa banyak senjata yang telah dikerahkan, namun Lukashenko mengatakan pada Desember bahwa negaranya saat ini menampung puluhan.
Penempatan senjata nuklir taktis ke Belarus, yang memiliki perbatasan sepanjang 1.084 kilometer dengan Ukraina, memungkinkan pesawat dan rudal Rusia menjangkau target potensial di sana dengan lebih mudah dan cepat jika Rusia memutuskan untuk menggunakannya. Ini juga memperluas kemampuan Rusia untuk menargetkan beberapa sekutu NATO di Eropa Timur dan Tengah.
Doktrin nuklir yang diperbarui dan ditandatangani Putin pada Desember 2024 secara resmi melonggarkan ketentuan penggunaan senjata nuklir oleh Rusia. Dokumen itu menyebutkan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir sebagai respons terhadap penggunaan senjata nuklir dan jenis senjata pemusnah massal lainnya terhadap Rusia atau sekutunya, serta dalam hal terjadi agresi terhadap Rusia dan Belarus dengan senjata konvensional yang mengancam kedaulatan dan/atau integritas teritorial keduanya.